OPINI | Pandemi Covid-19 dan Dumakluminya UKT Mahasiswa


Realnews16.com
. Palopo--Pandemi Covid-19 di Indonesia belumlah usai, masyarakat masih tetap harus optimis dalam menerapkan Protokol Kesehatan secara ketat, Guna menekan angka penyebaran Virus Covid-19 yang sudah bervariasi.


Hal itu tentunya membuat sejumlah masyarakat pun merasa kesulitan dalam beraktifitas, utamanya dalam bekerja seperti hari-hari sebelum diterapkannya Pandemi Covid-19 ini.


Pada awal tahun 2020, Sejumlah masyarakat di PHK dari tempat mereka bekerja, bahkan pedagang yang berada di Pasaran dan Pinggir jalan Naas tak berpenghasilan atau boleh dikata Omset per harinya menurun Drastis akibat dari Pandemi Covid-19.


Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), angka Kemiskinan dalam kurun waktu Tiga tahun, mencapai 2,7 Juta, berdampak pada masyarakat di Indonesia.


Pada September tahun 2019 Angka Kemiskinan di Indonesia naik hingga 0,56%, kemudian pada tahun 2020 atau pada masa pandemi angkanya mencapai 10,19% sehingga dapat disimpulkan jika disesuaikan data BPS, Angka Kemiskinan pada masa Pandemi Covid-19 mencapai 2,7 Juta Jiwa.


Belum lagi kebutuhan Pokok semakin meningkat, utamanya minyak goreng yang kian hari, kian langka dan kian mahal di sejumlah Toko Grosir dan Pusat-pusat Niaga seperti Pasar tradisional.


Apa Hubungannya dengan UKT?

Melihat data keterangan penulis diatas, di masa yang penuh dengan keterbatasan ini, diperlukan adanya pemakluman UKT.


Pemakluman UKT ini berdampak pada Mahasiswa yang betul-betul kurang mampu, seperti orang tua yang kehilangan mata pencaharian, orang tua meninggal dunia dan hal-hal lainnya yang menimpa keluarga mahasiswa di masa pandemi covid-19


Upaya-upaya haruslah dilakukan agar masa depan anak bangsa tetap terjaga dalam menempuh dunia pendidikan di instansi pendidikan yang mereka minati.


Sejumlah Instansi Pendidikan hari ini, juga mulai menerapkan syarat penurunan UKT, apakah ini solusi?


Tentunya ini merupakan sebuah Solusi, hanya saja penerapan hal seperti ini masih perlu untuk ditelaah secara mendalam.


Mahasiswa tentunya dalam mengumpulkan syarat tersebut, melakukan berbagai macam proses, mulai dari pengumpulan berkas, lobi hingga banding UKT.


Padahal saat mahasiswa mendaftarkan dirinya di Perguruan Tinggi, sejumlah data harusnya sudah dimiliki oleh kampus, yaitu data yang dikumpulkan dalam mengatur jalannya UKT/BKT di lingkup Perguruan Tinggi.


Belum lagi uang pangkal yang harus ditanggung oleh sejumlah mahasiswa, yang regulasinya semenjak diterapkannya Kebijakan UKT/BKT ini itu sudah dicabut.


Artinya bahwa, mahasiswa tidak lagi diperkenankan membayar sejumlah uang Pangkal selama proses Perkuliahan, termasuk Uang yang digunakan untuk menghadiahkan Dosen pada saat Ujian Munaqasyah serta uang untuk biaya Konsumsi Seminar Hingga Ujian Munaqasyah.


Banyak juga dari Mahasiswa memaklumi hal demikian, dengan dianggapnya hal tersebut sebagai upaya balas Jasa kepada Oknum Dosen yang menyelesaikan tahap Bimbingan atau semacamnya.


Inilah yang kemudian menjadi budidaya di sejumlah perguruan tinggi Negeri dan Swasta, melihat rekannya yang melakukan hal demikian, mahasiswa yang lainnya pun ikut dalam menerapkan Budaya yang bagi Penulis itu hal yang tak lazim, Karena dianggap menciderai Moralitas dan Kode Etik Tenaga Pendidik.


Catatan:

Berdasarkan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 12 B Ayat (1) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan: “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya."


"Bisa jadi uang yang diberikan adalah uang yang harusnya digunakan oleh Orang Tua Mahasiswa terkait, dalam memenuhi kebutuhan seharinya atau uang tersebut dipinjam oleh orang tua mahasiswa demi Budaya yang tak lazim diterapkan oleh sejumlah oknum."

Penulis: Arzad, S.Pd

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama